Wednesday, November 03, 2004

Khitan Wanita

Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
A. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):"Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]
B. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'."Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353) karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.

[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 107-110 PustakaAl-Haura]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana hukum berkhitan bagi laki-laki dan perempuan?"
Jawaban.
Hukum berkhitan masih dalam perselisihan ulama, namun yang paling dekat dengan kebenaran adalah bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan, dan letak perbedaan antara keduanya adalah khitan bagi laki-laki memiliki kemaslahatan yang berhubungan dengan syarat diterimanya shalat yaitu thaharah, karena jika qulfah (ujung kemaluan) itu dibiarkan, maka kencing yang keluar dari qulfah tersebut sisa-sisanya akan tertinggal disitu dan terkumpullah air di qulfah tersebut sehingga bisa menyebabkan rasa sakit waktu kencing. Atau dengan adanya qulfah yang belum dipotong, maka bila ada sesuatu keluar darinya, qulfah itu akan bernajis.
Sedangkan bagi perempuan, berkhitan hanya merupakan tujuan yang di dalamnya terdapat faedah, yaitu untuk mengurangi syahwat, ini adalah tuntunan terkait dengan kesempurnaan, bukan untuk menghilangkan rasa sakit.
[diambil dari Majmu Fatawa Arkanil Islam, Bab Ibadah, hal 258-269 Pustaka Arafah]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home