Sunday, October 10, 2004

Keutamaan Puasa

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda, "Segala amal kebaikan manusia adalah untuknya; satu kebaikan akan dibalas sepuluh hingga 700 kali-lipat.
Allah SWT berfirman, 'Kecuali puasa, karena ia adalah milikKu dan Aku pula yang akan membalasnya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya, makanan dan minumannya karena Aku.' Ada dua kebahagiaan yang diperuntukkan bagi orang yang berpuasa; kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum bagi Allah daripada aroma minyak misik." (HR Bukhari dan Muslim).

Allah SWT telah mengistimewakan puasa di antara amal kebaikan lainnya dengan menyandarkannya langsung kepada Zat-Nya, dalam hadis qudsi Allah berfirman, "… kecuali puasa, karena ia adalah milik-Ku…."
Mengenai makna hadis ini banyak dijumpai pendapat para fuqaha dan ulama lainnya, mereka menerangkan beberapa alasan pengistimewaan puasa ini. di antaranya, pertama, puasa adalah ibadah dalam bentuk meninggalkan keinginan dan hasrat jiwa yang dasar yang terbentuk secara fitrahnya cendrung mengikuti semua keinginannya dan dilakukan semata-mata karena Allah SWT. Hal ini tidak terdapat pada ibadah-ibadah selain puasa.

Ibadah ihram (haji atau umrah) misalnya, mengandung larangan melakukan hubungan suami-istri dan hal-hal yang merangsangnya seperti mengenakan parfum, sementara itu di dalamnya tidak terkandung larangan memenuhi hasrat jiwa yang lain seperti makan dan minum. Sama halnya dengan ihram, i'tikaf pun demikian, sekalipun ia merupakan ibadah yang ikut dalam cakupan puasa (i'tikaf di malam bulan Ramadhan, pent).

Sedangkan salat, sekalipun orang yang sedang salat diharuskan meninggalkan semua hasrat jiwanya, namun itu hanya dilakukan pada masa yang tidak lama, sehingga orang yang salat tidak merasa kehilangan makanan dan minuman. bahkan sebaliknya, ia dilarang salat ketika hatinya menginginkan makanan yang ada di hadapannya sampai ia memakannya ala kadarnya yang membuat hatinya tenang, karenanya, ia diperintahkan untuk makan malam terlebih dahulu sebelum salat.

Ini semua berbeda dengan puasa yang dilakukan sepanjang siang hari penuh. Oleh karena itu, orang yang berpuasa akan merasakan kehilangan hasrat jiwanya ini saat hatinya sangat menginginkannya, terutama pada siang hari musim kemarau yang sangat panas dan lama, oleh karena itu, ada sebuah riwayat menerangkan bahwa termasuk bagian dari iman puasa di musim kemarau.

Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Darda' ra, pernah berpuasa Ramadhan dalam sebuah perjalanan dalam cuaca yang sangat panas ketika para sahabat tidak ikut berpuasa (karena musafir mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, pent). Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah berada pada dataran tinggi ketika sedang berpuasa, ketika itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya karena dahaga atau panas yang dirasakannya.

Ketika hati seseorang sangat merindukan sesuatu yang diinginkannya dan ia mampu untuk mendapatkannya, namun ia meninggalkannya karena Allah SWT, padahal ketika itu ia berada di suatu tempat yang tidak ada orang pun yang mengawasinya kecuali Allah, maka hal ini merupakan tanda kebenaran imannya.
Orang yang berpuasa yakin bahwa ia mempunyai Tuhan yang selalu mengawasinya ketika ia berada di tempat yang sepi, dan mengharamkan kepadanya memenuhi hasrat jiwanya yang memang telah dikodratkan bahwa ia akan selalu menginginkannya. Lalu ia pun menaati Tuhannya, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya karena takut akan siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.

Oleh karena itulah, Allah berterima kasih kepadanya atas yang demikian itu dan Ia mengkhususkan amal perbuatan ini (puasa) di antara amal-amal lainnya untuk Zat-Nya, karenanya setelah itu Allah SWT berfirman, "Sungguh ia telah meninggalkan hasrat, makanan, dan minumannya semata-mata hanya karena Aku."

Dikutip dari Lathaif al-Ma'arif fi Ma li Mawasim al-'Am min al-Wadhaif, al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali

0 Comments:

Post a Comment

<< Home