Monday, November 29, 2004

Resep Menikah - Kue Perkawinan

Karya : Unknown
Bahan :
1 Pria Sehat
1 Wanita Sehat
100% Komitmen
2 Pasang Restu Orang Tua
1 Botol Kasih Sayang Murni
Bumbu :
1 balok besar humor
25g rekreasi
1 bks doa
2 sdt telpon-telponan
5 kali ibadah/hari
(semua diaduk hingga merata dan mengembang)
Tips :
1.Pilih pria dan wanita yang benar-benar matang dan seimbang
2.Jangan yang satu terlalu tua dan yang lainnya terlalu muda karena dapat mempengaruhi rasa. (sebaiknya dibeli di TOSERBA bernama "Tempat Ibadah", walaupun agak jual mahal tapi mutunya terjamin)
3.Jangan beli di pasar bernama "Diskotik" atau "Party" karena walaupun modelnya bagus dan harum baunya tetapi kadang menipu konsumen atau kadang menggunakan zat pewarna yang bisa merusak kesehatan.
4.Gunakan kasih sayang cap "Dakwah" yang telah mendapatkan penghargaan ISO dari departemen kesehatan dan kerohanian.
CARA MEMASAK :
1.Pria dan wanita dicuci bersih, buang semua masa lalunya hingga tersisa niat yang murni.
2.Siapkan loyang yang telah diolesi dengan komitmen dan restu orang tua secara merata.
3.Masukkan niat yang murni kedalam loyang dan panggang dengan api merata sekitar 30 menit didepan penghulu.
4.Biarkan didalam loyang tadi dan sirami dengan bumbunya.
Kue siap dinikmati.
Catatan :
Kue ini hanya bisa dinikmati oleh pembuatnya seumur hidup dan paling enak dinikmati dalam keadaan hangat. Tetapi kalau sudah agak dingin, tambahkan lagi humor segar secukupnya, rekreasi sesuai selera, serta beberapa potong doa kemudian dihangatkan lagi di oven bermerek " Tempat Ibadah". Setelah mulai hangat, jangan lupa telpon-telponan bila berjauhan.
Selamat mencoba; dijamin semuanya halal koq!

Thursday, November 11, 2004

Macam2 Tauhid

Apa maksud Allah mengutus para Rasul?
Allah mengutus mereka supaya berdakwah kepada manusia untk beribadah kepada Allah dan menjadi syirik, sebagaimana firman Allah, "Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat itu seorang rasul (agar menyeru kepada umatnya), 'Beribadahlah kepada Allah dan jauhilah thaghut." (an-Nahl: 36)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Para nabi itu bersaudara … dan dien mereka satu." (HR. Bukhari–Muslim)

Apa yang dimaksud tauhid rububiyah?

Tauhid rububiyah adalah mentauhidkan tugas-tugas-Nya seperti menciptakan, memelihara dan lain sebagainya. Allah berfirman, "Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam." (al-Fatihah: 2)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Engkau Rabb langit dan bumi." (HR. Bukhari-Muslim)

Apa yang dimaksud tauhid uluhiyah?

Tauhid uluhiyah adalah mentauhidkan Allah dalam beribadah seperti berdoa, menyembelih qurban, bernadzar dan lain sebagainya. Allah berfirman, "Dan Ilahmu itu adalah ilah yang satu, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang." (al-Baqarah: 163)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Maka hendaklah pertama yang kamu serukan pada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada illah yang berhak disembah kecuali Allah." (HR. Bukhari-Muslim)
"Sampai mereka mentauhidkan Allah."

Apa yang dimaksud tauhid asma’ dan sifat Allah?
Tauhid asma’ dan sifat adalah menetapkan apa-apa yang Allah mensifati diri-Nya dalam kitab-Nya atau sebagaimana Rasul mensifati-Nya dalam hadits shahih sesuai dengan hakikatnya tanpa ta’wil, pengurangan, tamsil (permisalan), dan penambahan, seperti istiwa’, turun (ke langit dunia), dan lain-lain yang menuju pada kesempurnaan-Nya.
Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, sedang Dia Maha mendengar lagi Maha Melihat." (asy-Syura: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allah turun ke langit dunia pada setiap malam." (HR.Muslim) (turunnya Allah itu turun dengan segala kemulian-Nya yang seorang pun dari makhluk-Nya tidak bisa menyamai-Nya).

Di mana Allah?
Allah itu bersemayam di atas ‘Arsy di atas langit, seperti firman Allah, "Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) yang bersemayam di atas ‘Arsy." (Thaha: 5)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah telah menuliskan taqdir, maka kitab catatan taqdir itu ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy." (HR. Bukhari-Muslim)

Apakah Allah bersama kita?

Allah bersama kita dengan pendengaran-Nya. Penglihatan-Nya dan ilmu-Nya, sebagaimana firman Allah, "Janganlah kamu berdua takut, karena sesungguhnya Aku bersama kamu berdua (Musa dan Harun) sedangkan Aku mendengar dan melihat." (Thaha: 46)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya kalian berdoa kepada yang Maha Mendengar lagi dekat, sedangkan Dia bersamamu (dengan ilmu-Nya)." (HR. Muslim)

Apa faedah tauhid?
Faedah tauhid adalah untuk menyelamatkan dari siksa di akhirat, untuk mendapatkan hidayah di dunia dan menutup/menghapus dosa-dosa, seperti firman Allah, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.' (al-An’am: 82)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Hak hamba atas Allah adalah bahwa Allah tak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya." (HR. Bukhari-Muslim)


[dari kitab Koreksi Aqidahmu (Khud Aqidataka), Penulis Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Abu Hamdan, Penerbit Pustaka Istiqomah, Surakarta, Cetakan I, Rajab 1415 H/ Januari 1995, Halaman 8-14]

Wednesday, November 03, 2004

Tingkatan Marah

Tingkatan Pertama : Marah-Marah
Ini terbagi kepada beberapa macam:
[1] Terjadi di dalam hati, misalnya jengkel terhadap Rabb-nya karena taqdir buruk menimpanya. Ini haram hukumnya, terkadang bisa menjerumuskan kepada kekufuran. Allah Ta'ala berfirman. :"Artinya : Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keaadaan itu, dan jika ditimpa suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. Ia rugi dunia dan akhirrat" [Al-Hajj : 11]
[2] Dengan lidah, misalnya meminta celaka dan binasa dan yang semisal itu. Ini juga haram.
[3] Dengan anggota tubuh seperti menampar pipi, merobek saku, menjambak rambut dan semisalnya. Semua ini haram karena bertentangan dengan sabar yang merupakan kewajiban.

Tingkatan Kedua : Bersabar
Seperti diucapkan oleh seorang penyair ; sabar seperti namanya, pahit rasanya tetapi lebih manis akibatnya dari pada madu. Maka orang ini akan melihat bahwa suatu musibah itu berat, namun ia tetap menjaga imannya sehingga tidak marah-marah, meski ia berpandangan bahwa adanya musibah itu dan ketiadaannya tidaklah sama. Ini hukumnya wajib karena Allah Ta'ala memerintahkan untuk bersabar.Dia berfirman :"Artinya : Bersabarlah kalian, sesunguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar" [ Al-Anfa : 46]

Tingkatan Ketiga : Ridha
Yakni manusia ridha dengan musibah yang menimpanya. Ia berpandangan bahwa ada dan tidaknya musibah sama saja baginya, sehingga adanya musibah tadi tidak memberatkannya. ia pun tidak merasa berat memikulnya. Ini dianjurkan dan tidak wajib menurut pendapat yang kuat. Perbedaan tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya nampak jelas karena adanya musibah dan tidak adanya sama saja dalam tingkatan ridha. Adapun pada tingkatan sebelumnya, jika ada musibah dia merasakan berat, namun ia tetap bersabar.

Tingkatan Keempat : Bersyukur
Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi. Di sini seseorang bersyukur atas musibah yang menimpanya karena ia memahami bahwa musibah ini menjadi sebab pengampunan kesalahan-kesalahannya bahkan mungkin malah menambah kebaikannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidaklah satu musibah menimpa seorang muslim kecuali dengannya Allah mengampuni dosa-dosanya sampai sebuah duripun yang menusuknya"

[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Khitan Wanita

Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
A. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):"Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]
B. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'."Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353) karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.

[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 107-110 PustakaAl-Haura]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana hukum berkhitan bagi laki-laki dan perempuan?"
Jawaban.
Hukum berkhitan masih dalam perselisihan ulama, namun yang paling dekat dengan kebenaran adalah bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan, dan letak perbedaan antara keduanya adalah khitan bagi laki-laki memiliki kemaslahatan yang berhubungan dengan syarat diterimanya shalat yaitu thaharah, karena jika qulfah (ujung kemaluan) itu dibiarkan, maka kencing yang keluar dari qulfah tersebut sisa-sisanya akan tertinggal disitu dan terkumpullah air di qulfah tersebut sehingga bisa menyebabkan rasa sakit waktu kencing. Atau dengan adanya qulfah yang belum dipotong, maka bila ada sesuatu keluar darinya, qulfah itu akan bernajis.
Sedangkan bagi perempuan, berkhitan hanya merupakan tujuan yang di dalamnya terdapat faedah, yaitu untuk mengurangi syahwat, ini adalah tuntunan terkait dengan kesempurnaan, bukan untuk menghilangkan rasa sakit.
[diambil dari Majmu Fatawa Arkanil Islam, Bab Ibadah, hal 258-269 Pustaka Arafah]